Selamat Datang di Website SMK Negeri 1 Sidomulyo, Lampung Selatan

Berita

SMK Bisa Hebat !

Belajarlah..

"Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR Muslim)

Pengumuman Hasil PPDB

Media Sosial

SMK Berwirausaha?

Jejak Kuno di Batu Keris

Di sebuah desa kecil di Kabupaten Lampung Selatan, ada sebuah situs yang sering disebut warga setempat sebagai Batu Keris. Batu besar itu terletak di pinggir sungai, tersembunyi di balik pepohonan rimbun. Konon, batu tersebut merupakan peninggalan leluhur, sebuah tanda bahwa nenek moyang mereka pernah meninggalkan jejak yang dalam di tanah yang subur ini.

Ceritanya dimulai pada suatu pagi yang cerah, ketika seorang pemuda bernama Bima datang ke desa itu. Bima adalah seorang mahasiswa arkeologi dari Universitas Lampung yang tengah melakukan penelitian mengenai situs-situs bersejarah di daerah tersebut. Meskipun ia sudah banyak mendengar cerita tentang Batu Keris, ia belum pernah benar-benar melihatnya.

Di desa itu, Bima bertemu dengan seorang kakek bernama Pak Suharto, yang merupakan penjaga situs tersebut. Pak Suharto adalah orang yang sangat dihormati di desa karena pengetahuannya tentang sejarah dan kearifan lokal. Ia tahu banyak cerita mengenai Batu Keris dan bagaimana batu itu menjadi bagian penting dalam budaya masyarakat setempat.

"Pak Suharto, apakah benar batu ini adalah peninggalan zaman kerajaan?" tanya Bima dengan rasa ingin tahu.

Pak Suharto tersenyum bijak. "Batu itu bukan hanya peninggalan, Nak. Batu itu adalah saksi bisu sejarah kami. Dulu, sebelum adanya jalan raya dan rumah-rumah modern seperti sekarang, desa ini adalah tempat pertemuan berbagai suku dan budaya. Batu Keris adalah simbol persatuan dan kearifan lokal nenek moyang kami."

Bima merasa tertarik. "Apa yang membuat batu itu disebut Batu Keris?"

Pak Suharto menghela napas, matanya menatap jauh ke arah batu besar itu yang hampir tertutup akar pohon besar. "Dulu, menurut cerita orang tua kami, batu itu merupakan tempat pertemuan para pemimpin suku. Mereka datang dengan niat untuk berdamai dan membicarakan masalah yang terjadi antara suku-suku yang ada di sekitar sini. Salah satu pemimpin itu, yang dikenal dengan sebutan 'Si Keris', adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan berani. Keris yang ia bawa diyakini memiliki kekuatan magis, mampu menjaga perdamaian."

Pak Suharto melanjutkan, "Keris itu tak pernah dipakai untuk berperang. Ia hanya digunakan untuk memotong masalah dengan kepala dingin, tidak dengan kekerasan. Batu ini menjadi simbol dari cara berpikir yang bijaksana, cara berbicara dengan hati, bukan dengan kekuatan."

Bima mendengarkan dengan seksama. Ia merasa kagum dengan filosofi yang terkandung dalam cerita tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, Bima semakin mendalami penelitian tentang Batu Keris. Ia menemukan bahwa selain menjadi tempat pertemuan, batu itu juga merupakan tempat ritual yang dilakukan oleh nenek moyang mereka, sebuah bentuk penghormatan terhadap alam dan leluhur.

Namun, seiring berjalannya waktu dan dengan perkembangan modernisasi, Batu Keris mulai terlupakan. Banyak warga yang lebih fokus pada pembangunan dan kemajuan ekonomi, sementara situs bersejarah itu dibiarkan terlindung oleh semak-semak dan akar pohon. Tidak ada lagi yang datang untuk merawatnya atau mengenang makna dari batu tersebut.

Bima merasa sedih. "Apakah tidak ada cara agar generasi muda tahu dan menghargai warisan ini?" tanyanya kepada Pak Suharto.

Pak Suharto tersenyum lembut, meski matanya tampak berat. "Itulah tantangan kita, Nak. Kearifan lokal ini tak boleh hilang begitu saja. Tugas kita, baik kamu sebagai pemuda atau kami sebagai orang tua, adalah menjaga dan mengenalkan mereka pada sejarah ini. Batu ini bukan hanya sekadar batu. Ini adalah warisan yang harus dihargai, bukan hanya oleh orang tua, tetapi juga oleh generasi penerus."

Bima bertekad untuk membuat sebuah proyek penelitian yang melibatkan masyarakat setempat. Ia mengusulkan agar Batu Keris dijadikan sebagai situs cagar budaya yang dilestarikan, sekaligus sebagai tempat edukasi bagi generasi muda untuk memahami kearifan lokal dan nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah nenek moyang mereka.

Setelah beberapa bulan berdiskusi dengan pemerintah desa, Bima dan Pak Suharto akhirnya berhasil meyakinkan pihak berwenang untuk mengusulkan Batu Keris sebagai cagar budaya yang dilindungi. Desa itu pun mulai merencanakan program edukasi dan pelestarian budaya yang melibatkan anak-anak sekolah dan generasi muda lainnya.

Pada hari peresmian program tersebut, Pak Suharto berdiri di depan sebuah kelompok anak-anak dan orang dewasa yang antusias. Ia mengisahkan lagi cerita tentang Si Keris dan bagaimana kearifan lokal mereka, yang tersimpan dalam batu itu, adalah bagian tak terpisahkan dari identitas mereka sebagai masyarakat Lampung Selatan.

Bima yang berdiri di samping Pak Suharto, merasa bangga. Ia tahu, meskipun tantangan besar masih dihadapi, langkah kecil ini adalah bagian dari usaha untuk menjaga agar warisan budaya dan kearifan lokal tetap hidup di hati masyarakat.

Dan seperti batu itu yang telah berdiri kokoh selama berabad-abad, harapan akan pelestarian budaya dan kearifan lokal di Kabupaten Lampung Selatan pun terus mengakar, menguat, dan bertumbuh.

Tamat.

Karya: Erwana Uwi, S.E.

Kalender

Januari 2025

Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11
12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25
26 27 28 29 30 31

Pencarian